Tuesday, September 27, 2011

Blank

Deadline menanti,
Dan saya tetap bengong di depan laptop....


B.L.A.N.K


hikZ.....

Sunday, September 25, 2011

Kahitna


Hayoo siapa yang nonton konser Kahitna??
Well, actually aku gak terlalu suka sampe addicted sih ama grup musik satu ini.
Tapi nyaris semua lagunya nancep di kepala and nusuk ke hati #halaaaaah :D
here are few of them which touching me....


Berawal dari mata, hangatnya sapamu...mengapa jadi gundah #Ceritacinta


Ini kesungguhan, sungguh aku sayang kamu #Cantik


Maaf jika kau terluka, saat aku memilih dirinya #Menduaakutakmampu


Meskipun tak mungkin lagi tuk menjadi pasanganmu.
Namun ku yakini cinta, Kau kekasih hati #Soulmate


Hanyalah dirimu mampu membuatku jatuh dan mencinta
Kau bukan hanya sekedar indah, kau tak akan terganti #Takakanterganti


Tak pernah ku kira, bahwa akhirnya tiada dirimu di sisiku #Takakanterganti


Bahagia meski mungkin tak sebebas merpati #Taksebebasmerpati


Mau dikatakan apalagi, kita tak akan pernah satu
engkau disana, aku disini...meski hatiku memilihmu
#Mantanterindah


Yang tlah kau buat sungguhlah indah, buat diriku susah lupa #Mantanterindah


Tanpamu cinta tak berarti, cinta sudah lewat... tak ku kira kan begini #Cintasudah lewat


Oh Tuhan, yakinkan dia tuk jatuh cinta hanya untukku
#Andaidiatahu


kadang, ingin aku bertemu dan berbagi waktu yang terlalui
sukar tuk sadari ku tak boleh mengingini #Cintasudahlewat


Ku sesali semua salah ku yang tak pernah meninggalkan dia
air mata ku simpan disana, jika ku ingat tentang dirimu
#Menduaakutakmampu


Hayooo siapa lagi yang mau nambahin???
just put them on the comment below
hihihihi
Thx u

Monday, September 12, 2011

Aku, kamu dan dia Chapter 1

Bab 1
Matahari pagi ini kayaknya sedang bersemangat melaksanakan tugasnya. 
Waktu baru menunjukkan pukul delapan lewat dua puluh menit tapi panasnya udah seperti di depan kompor. Namun anehnya, hal itu sepertinya tak memberi pengaruh apapun bagi siswa-siswa Kelas 3 SMU Paskalis II yang sedang berkumpul di lapangan sekolah untuk mengikuti “Acara Perpisahan” selama 3 hari di Puncak. 


Semua tampak bersemangat, beberapa sibuk berbincang-bincang, beberapa yang lain asik bercanda, ada juga yang dengan nikmatnya  menyantap snack-snack yang mereka bawa dari rumah – padahal niatnya mau dimakan di bis - 
Tampak juga beberapa panitia mondar-mandir layaknya setrika-an, beberapa siswa laki-laki sibuk mengangkut barang ke bis yang sudah diparkir di depan sekolah sejak pukul tujuh pagi tadi.  


Semua tampak bersemangat dan bergembira, tak satupun raut wajah yang menyiratkan kebetean, setidaknya itu yang terlihat  dari kacamata Liana dan Sherly. Dua gadis mungil yang duduk di tepi lapangan  sekolah, tanpa minat sama sekali berbaur dengan kesibukan sekitar. Yang Cuma tersenyum jika ada teman yang menyapa, lalu kembali asik menekuni kegiatan mereka… bbm-an J

Waktu menunjukkan pukul setengah Sembilan pagi.  
60 menit lewat dari waktu keberangkatan yang disepakati. 
Liana yang sejak awal memang tak berniat ikut acara perpisahan ini 
– dengan alasan, I never good at goodbye -, 
makin gak niat melihat molornya waktu keberangkatan yang gak nanggung-nanggung ini. 


Gadis ini berulang kali melirik jam di tangannya, sambil sesekali berdecak kesal.  
“ 10 menit lagi gak jalan, gw pulang” ujarnya kepada sherly,  mulai tidak sabar.
Lisa salah satu panitia kebetulan lewat di depan mereka, langsung saja Sherly  menarik tangan gadis itu tanpa minta persetujuan sang pemilik.
“ Kapan sih kita berangkatnya ? Tanya sherly tanpa basa basi
“ Ya ampun, kaget gw. ..Iya ini, Bentar lagi kok.  Semua udah ready, tinggal nunggu anak dari SMA Baptis yang akan main musik disana “ Jawab Lisa
“ Jaelah, jadi dari tadi neh kita cuma nungguin mereka ? Emang lo suruh mereka datang jam berapa? Tanya Sherly lagi
“ Jam tujuh sih harusnya. Gw telepon-in lagi deh “ ucap Lisa sambil mengeluarkan HP dari tas pinggangnya
“ Sini gw yang ngomong.” Dengan sigap Liana mengambil HP Lisa dari tangannya
“ Tut….tut….tut…tut…”
“ Ga diangkat…” ujar Liana sambil mengembalikan HP Blackberry keluaran terbaru itu kepada si empunya, kesal.
“ Ya udahlah sabar...diusahain 15 menit lagi kita berangkat “
Liana kembali menarik napas kesal…” No choice… “


Tak sampai lima menit, Lisa lewat lagi di depan mereka bersama 3 pria yang diyakini dan dipastikan biang keterlambatan semua ini.
Tanpa sadar Liana memaki dalam hati, melihat ketiga makhluk yang lewat di depannya dengan santai, tanpa permisi apalagi basa-basi,
“ Jalan beriringan gitu, bertiga pula, emangnya bajaj…..”
@(^-^)@

Akhirnya sampai juga, setelah menempuh perjalanan hampir tiga jam. 
Akhirnya rombongan SMU Paskalis II ini  tiba juga di Villa Cokelat , Puncak. Seperti namanya, seluruh ornamen dan warna villa ini bernuansa cokelat. Mulai dari warna cat tembok, furniture, hiasan-hiasan dinding, hingga warna seragam para penjaga villa.


Villa ini sangat besar, dari gerbang utama masih harus menempuh sepuluh menit lagi untuk tiba di dalamnya. Taman bunga yang besar dilengkapi dengan aneka mainan anak, terlihat sangat indah di depan villa-villa kecil yang mengelilinginya. Masing-masing villa kecil itu terdiri dari satu ruang tamu, dan satu kamar tidur. Setiap kamar tidur berisi dua ranjang besar untuk empat orang. Para siswa sudah tak sabar untuk mengetahui dimana villa mereka dan dengan siapa mereka akan sekamar.

Liana menurunkan tas nya dari bis. Ukuran tas yang jauh dari standar normal tas yang umumnya dibawa untuk menginap selama 3 hari. Tas Liana bahkan tak lebih besar dari tas yang biasanya ia pakai ke sekolah. #benar-benar gak niat#
“ Priiiit….Priiiittt…Priiiittt….” Pak Deni, guru olahraga yang menjabat sebagai ketua panitia acara perpisahan ini membunyikan peluit kesayangannya, disusul dengan suara lantang pak Tono yang berdiri tepat disebelahnya  “ Ayo, semua kumpul di Aula, cepaaaattt !!! ”
Wew… sungguh kolaborasi yang amat sangat sempurna dalam rangka bikin budek orang sekampung di siang hari yang super duper panas ini.
@(^-^)@

Liana membanting diri ke tempat tidur. setengah hari yang melelahkan. Setelah nyaris dua jam Pak Deni bercuap-cuap mengenai visi, misi, serta peraturan selama acara perpisahan, akhirnya mereka semua diperbolehkan masuk ke kamar untuk beristirahat.  Itupun hanya setengah jam dan setelah itu mereka harus kembali ke Aula untuk mengikuti acara selanjutnya, lengkap dengan catatan “sudah mandi” pula.

Liana mendengus kesal, ditatapnya langit-langit kamar. “ Gimana caranya empat orang bergantian mandi dan beristirahat dalam setengah jam ?” gerutunya dalam hati. Gak habis pikir dengan konsep Pak Deni yang bisa-bisanya menjadikan acara perpisahan ini sekaligus sebagai tempat melatih kedisiplinan. 


Gak tanggung-tanggung, Pak Deni bahkan membuat peraturan mulai dari bagaimana posisi duduk, berdiri, makan, maupun istirahat. Plis deh, ini harusnya jadi ajang senang-senang, setelah selama lebih dari tiga bulan para siswa dicekoki  dengan aneka macam try-out, test, ujian-ujian dan perasaan was-was antara lulus atau enggak. Ini malah jadi neraka kedua setelah UAN.
“Kalian harus jadi lulusan yang militan, cerdas dan memiliki disiplin tinggi.” Begitu alasan Pak Deni tadi, ketika menyampaikan kata sambutannya di Aula.
“ Firasat gw emang tepat, emang harusnya gw gak ikut kesini “ Liana menutup mukanya dengan bantal, berharap rasa bete dan lelahnya bisa terobati dalam beberapa menit.
Tapi usahanya sia-sia. Donna, si ketua kamar tiba-tiba masuk
“ Oi teman-teman, peluit Pak Deni udah bunyi tuh. Kita harus segera ke Aula, sebelum kena hukuman” ucapnya setengah berteriak.


Liana yang belum dapat giliran mandi, jelas-jelas shock setengah mati. Buru-buru ia bangun, mengambil handuk dan berniat mandi. Tapi niat itu diurungkannya, setelah peluit Pak Deni semakin jelas terdengar di telinganya.  Agnes dan Lili yang sedang sibuk menyisir rambut dan bermake-up ria menghentikan aktivitasnya, lalu bergegas keluar kamar.

Sekali lagi Liana menarik napas kesal, di letakkannya handuk itu ke tempat semula, dipakainya sepatu kets kesayangannya dengan kesal, diambilnya name tag dan perlengkapannya, lalu segera 
berlari menyusul teman-teman sekamarnya. 
Tak lupa ia mengganti status bbm-nya “ Mau pulaaanggg……”
@(^-^)@

Liana membanting keras tubuhnya ke tempat tidur, kali ini bener-bener keras. Ia berharap badannya keseleo atau patah tulang sekalian, biar ada alasan untuk kembali pulang ke Jakarta. Sungguh hari yang amat sangat menyebalkan, bukan hanya untuk Liana yang memang sejak awal ikut acara ini dengan amat sangat terpaksa, tapi juga bagi teman-teman satu angkatannya. Wajah-wajah ceria, tawa-canda yang tadi pagi menghiasi wajah mereka hilang lenyap,  berubah menjadi wajah murung, dan kelam. Sebagian bahkan ada yang sampai menangis.

Pak Deni dan Pak Tono memang ajaib, sepertinya mereka punya impian untuk masuk sekolah militer yang tidak kesampean. Acara hari ini berlangsung mirip-mirip ospek mahasiswa IPDN yang selalu menelan korban jiwa. Untungnya belum ada korban nyawa disini.
Acara perpisahan ini benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajat dari apa yang dibayangkan. Gak ada yang namanya acara games, senang-senang, ketawa-ketawa.
Yang ada, hanya acara yang isinya materi tentang kedisiplinan, nilai-nilai kesopanan, tanggung jawab, dan kloni-kloninya. Bukan Cuma itu, HP yang dilarang disentuh selama acara, posisi duduk dan berdiri yang diatur, bahkan suara bentakan-bentakan yang membahana sepanjang acara, membuat semua siswa-siswa yang awalnya begitu antusias menikmati moment terakhir mereka sebagai murid SMU jadi depresi tingkat tinggi.

Belom lagi, kelakuan aneh dua guru itu, yang mengajukan pertanyaan serba salah ke para siswa. Gimana gak serba salah ? mereka memanggil siswa secara acak, lalu memberikan pertanyaan.  kalau kita jawab, salah!. Gak dijawab, lebih salah.
Meni contohnya, ia menjawab pertanyaan pak Deni dengan baik, lengkap dengan alasannya pula. Tapi malah dibilang “ Sok diplomatis.” Anton, yang memilih setuju saja dengan apa yang dikatakan kedua guru ini, dan tidak berkomentar sama sekali, malah dibilang “ Gak punya pendirian, bisu, manja!”. Serba salah kan??
Alhasil, gak ada satupun yang gak setuju kalo acara perpisahan kali ini dikatakan GILA!!!


Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Kamar anggrek IV yang dihuni oleh Donna, Agnes, Lili dan Liana sudah senyap dengan kebisuan para penghuninya, tak ada yang berniat memulai pembicaraan, sibuk dengan pikiran masing-masing.

Liana mengambil HP-nya, menekan icon Facebook, berniat meng-update perasaannya saat ini ke dalam statusnya. Ia terkejut, begitu dibuka, banyak update-an status teman-temannya yang isinya tidak jauh beda dengan apa yang dia rasakan.
Sita. : “ Nyeseeeelllll ikut >.< “
Sonia : “ Badan, kuping, ati sakit semuaaaa”
Aili lebih frontal, ia menulis “ Udah gila tuh si Pak Tono ama Pak Deni…!!!! “
Heni menulis lain lagi, “ Mama……Heeellllp !!”
Riko yang dikenal paling alim satu angkatan ternyata tak mau ketinggalan. Ia menulis “ Tuhan, berikan aku kekuatan….”


Liana tersenyum, sedikit terhibur membaca status teman-temannya. Sungguh merupakan penghiburan mengetahui bukan kau sendiri yang tersiksa J
Liana mengetikkan jarinya dengan cepat ke keypad HP-nya, tak lama layar menampilkan statusnya “ Somebody please take me out from here !!!”
Tak lama, sign notification di HP-nya menyala, seseorang memberikan komentar-nya
Liana tersenyum, menemukan nama Andrew disana. Kekasih yang dipacarinya selama tiga tahun ini. “ Untung gak ikut, enakan disini maen games ama nonton bola.”


Hubungan Andrew dan Liana memang layaknya sahabat karib. Berbeda jauh dari gaya pacaran anak-anak SMU pada umumnya. Gak ada kemesraan yang mereka tampakkan, Liana lebih sering terlihat bersama sahabat-sahabatnya, demikian juga Andrew, lebih banyak menghabiskan waktu dengan kegiatannya sendiri. Karena itu mereka sering dijuluki “ Pasangan aneh “ oleh teman-teman satu angkatan.

Liana sendiri tidak jelas dengan warna perasaannya. Sulit dideskripsikan untuk mengatakan itu cinta. Hanya saja dia merasa dia berpacaran dengan pria baik. Ia memilih pria yang tepat. Andrew memiliki semua kriteria pacar idaman para gadis. Baik, kaya, ganteng, pintar. Tak heran, banyak teman-temannya yang mengatakan she’s so lucky. Tapi jauh di lubuk hati Liana, ia tahu… ada kekosongan yang ia sadar tak bisa diisi oleh Andrew, seberapa keraspun ia mencoba.

Liana mengenyahkan pikirannya, kembali ia bergelut dengan HP nya membalas komentar Andrew, “ Rese lo, jemput dong…”
“ Emang kenapa sih, semua status anak-anak tersiksa semua.”
“ Emaaang…disiksa disini, cara duduk, makan, berdiri diatur semua. Malah dibentak-bentak ga jelas lagi. Udah cepet jemput kesini.”
“ Hahaha…udalah nikmatin aja, tidur sana !”


Liana menarik napas, tau jelas usahanya takkan berhasil. Andrew takkan mau menjemputnya.
Jadi mau gak mau, suka tidak suka, dengan paksa ditutup kedua matanya.
Berharap ia tertidur dan tidak bangun-bangun selama 3 hari ke depan.
@(^-^)@

Alarm Donna berbunyi dengan keras, berhasil membangunkan semua penghuni kamar Anggrek IV dari tidur lelapnya.
“ Ayo semua bangun, siap-siap. Lima belas menit lagi kita harus udah di lapangan.” Seru Donna sambil mematikan alarm ayam kalkun kesayangannya.
Liana melirik jam di HP-nya, pukul setengah lima. Takjub dengan apa yang ada di pikiran manusia-manusia yang menyusun acara perpisahan ini. “ Hello we’re in Puncak, now. Cuaca disini dinginnya ampun-ampun, apalagi harus keluar ke lapangan di pagi buta begini. Plis deh…” gerutunya dalam hati

Ia turun dari ranjangnya dengan gontai, mencuci muka seadanya, lalu memakai name tag nya dengan asal. Liana melirik HP nya sebentar, ada sms masuk rupanya kemarin malam selagi ia tidur.
Nama kak Benny disana, kakak kedua Liana yang bagaikan kucing dan anjing dengannya. Jarang sekali mereka rukun, malah hampir bisa dikatakan tidak pernah akur.
Liana membaca sms singkat itu dengan kesal “ Jangan sombong, harus mau dibentuk.”
Blass cuma itu…!“ Makasih ya, pagi-pagi udah bikin gw bĂȘte” geramnya dalam hati.


Tapi rupanya kalimat singkat itu, berbekas di hati Liana. “ Benar juga, I don’t have any choice selain ngikutin acara ini dengan baik ” Ucapnya kepada dirinya sendiri
Segera ia memakai sepatu ketsnya karena sadar semua teman sekamarnya sudah hijrah ke lapangan sejak tadi.
“ Come on my self, Semangat !!!.”
@(^-^)@

Hari kedua ini berjalan dengan lebih baik. Setidaknya buat Liana, ia berusaha untuk mengikuti alur yang disiapkan Pak Deni dan Pak Tono. Menekan semua sikap penolakan nya, yang ia tau jelas takkan mengubah kenyataan bahwa ia ada di sana sekarang. Dan rupanya sikap menerima memang membuat segalanya terlihat lebih mudah.  Liana jauh lebih rileks sekarang. Ia berusaha untuk menaati setiap peraturan yang ada, berusaha untuk bersikap korporatif yang tidak akan mengundang perhatian kedua guru itu. Dan terbukti harinya lebih cerah dibanding kemarin J

Malam ini, Liana dan kelompoknya mendapat giliran piket. Piket disini bukanlah tugas membersihkan kelas seperti yang selama ini mereka lakukan di sekolah, melainkan tugas untuk menjamu seluruh peserta acara perpisahan ini selama makan malam. Mulai dari mempersilakan mereka duduk di ruang makan, mengantarkan makanan, hingga menyanyi untuk menghibur dan menemani santap malam mereka layaknya hotel bintang lima. Pokoknya harus bisa bikin seluruh peserta duduk manis di tempatnya dan makan dengan nikmat.

Liana kebagian tugas mengantarkan makanan ke meja-meja. Ia melaksanakan tugasnya dengan baik, walau ada beberapa kali ia mengantarkan pesanan makanan ke meja yang salah. Tapi ia berhasil menutupinya dan tidak mengundang curiga keempat mata milik Pak Deni dan Pak Tono yang sejak tadi mengawasi kinerja kelompoknya. Huff ampun kan ampe tugas begini pun dinilai.

Seseorang dimeja paling ujung melambaikan tangan. Liana segera menghampirinya. Menyadari bahwa yang memanggilnya adalah trio kwek-kwek dari SMA Baptis yang menjadi salah satu alasan kebeteannya kemarin, Liana mulai kesal, tapi buru-buru ia tutupi ketidaksukaannya dengan senyum, mengingat mereka adalah salah satu tim penilai kinerja kelompoknya juga.
“ Hai, ada yang bisa dibantu ?” tanyanya ramah
“ Boleh minta teh ga?” jawab salah satu dari mereka, yang bahkan Liana gak tau siapa namanya
“ oke. “ Tanpa berbasa-basi, Liana segera berlalu menuju pantry.
Tak sampai lima menit, secangkir teh manis mendarat cantik di meja trio kwek-kwek itu. Baru saja Liana hendak beranjak, si pemesan teh tadi sudah berdiri sejajar dengannya .
“ Eh, kenapa? “ seru Liana panik, takut kalo hal itu akan mengundang perhatian Pak Deni atau Pak Tono yang akan mengurangi kinerja kelompoknya karena tidak mampu menjamu dengan puas.
“ Aku gak suka manis, aku mau ambil sendiri aja teh nya.” Ucap cowo ini
“Hadeeuuh!! Gw lupa nanya tadi dia mau teh apa…mati deh! rese juga nih cowo bukan diminum aja…” gerutu Liana dalam hati
Dengan sigap, Liana mengambil cangkir putih itu dari tangan cowo jangkung ini.
“ Oke, aku ganti. Kamu duduk aja ya..” setengah memaksa Liana mendorong cowo jangkung itu duduk kembali di tempatnya.

Liana setengah dongkol menyiapkan secangkir teh lagi. Ia membuang teh yang tadi dan mengantinya dengan yang baru sambil menggerutu sendiri dengan bibir yang komat-kamit layaknya dukun yang lagi baca mantra “ Aku gak suka manis…pantes aja mukanya pahit” setelah selesai menyiapkan teh tanpa gula itu, Liana segera kembali menuju ruang makan.
Dengan kesal ia kembali menuju meja cowok-cowok itu yang lagi asyik menyantap makan malam mereka sambil berbincang-bincang
“ Nih yah, teh GAK PAKE GULA-NYA “ Liana sengaja menekan intonasinya
“ Oh iya, Thanks ya..” ucap cowok itu yang sepertinya gak sadar dengan maksud intonasi pada suara Liana
“ Lain kali aku akan ngomong yang jelas deh kalo mau request teh” lanjutnya lagi
Liana tersenyum, tapi dalam hati ia berkata “ Sorry ya, GAK ADA LAIN KALI!!”
@(^-^)@

Bagi sebagian orang, cuaca dingin di puncak sangat menyenangkan. Rasanya seperti berada di Korea walau tanpa salju. Udara dingin dan sejuknya sungguh merupakan penghiburan, apalagi bagi penduduk Jakarta yang selalu bermasalah dengan 3P : Panas, Pengap , dan Polusi. Tapi hal itu tidak berlaku bagi Liana, ia memang tidak begitu nyaman berada di Puncak, bukan karena ia tidak suka cuaca nya, tapi karena penyakit asma-nya yang sering kali tidak berkompromi dengan cuaca dingin. Dan terbukti malam ini, asma-nya kambuh.

Tepat di malam terakhir acara perpisahan ini, Liana terus menerus batuk dan nafasnya sesak. Permasalahannya adalah Pak Tono lagi seru-serunya tarik urat dengan Pak Deni di muka Aula.  Walau ia tau jelas bahwa itu merupakan bagian dari “drama” acara perpisahan ini. Tapi Liana tetap malas minta ijin untuk mengambil obat di kamarnya.

Setelah hampir setengah jam berkutat dengan batuk-batuk dan sesak nafasnya. Liana tak tahan untuk keluar Aula sebentar, sekedar untuk minum air putih dan menenangkan telinganya dari keributan di dalam yang bikin nafasnya makin sesak.


Liana mengambil sebotol Aqua di depan Aula, menenggak habis setengah isinya. Baru saja ia mencoba mengatur napasnya, suara seseorang di belakang mengagetkannya.
“ Kamu gak apa-apa ?” ternyata sang penanya adalah cowo pemesan teh tanpa gula tadi
Liana menatap cowok itu dengan perasaan campur aduk. Antara kaget, kesal, sebal, keki, marah.  Pokoknya campur aduk. Yang pasti bukan perasaan senang.  
“ Gak apa-apa.” Tandas Liana
“ Mau obat?” Tanya cowok itu lagi
“ Gak” jawab Liana tegas, mengambil botol Aqua-nya lalu kembali masuk ke dalam aula.
@(^-^)@

Akhirnya pulaaaanggggg…….
Acara perpisahan ini selesai juga. Selesai dengan sangat baik malah. Walau dikemas dengan bentuk yang “engga” banget, tapi nilai-nilai yang ditanamkan Pak Deni dan Pak Tono pada akhirnya bisa dimengerti oleh semua siswa-siswa lulusan SMU Paskalis II angkatan ke-32 ini, termasuk Liana. Dan akhirnya acara perpisahan ini berakhir dengan meninggalkan kesan yang sangat dalam bagi seluruh pesertanya.

Selesai membereskan barang-barangnya yang hanya secuil itu. Liana memilih bersantai di kamarnya, mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.
“ Bip…” Suara dan lampu indikator merah menyala di ponsel-nya, menandakan ada bbm yang masuk
Liana mengambil ponsel-nya, ternyata dari Sherly
“ Dimana lo?”
“ Kamar “
“ Ke kamar gw aja, lagi rame nih. Anak-anak pada ngumpul disini bareng-bareng tim yang dari SMA Baptis itu juga.”
Ingatan Liana langusng menuju cowok tanpa gula itu. 
Ia yang memang lagi malas, tiba-tiba jadi tambah malas.
“ Gak ah. Males”
“lagi seru tau, lagi ledekin si Lili ama anak Baptis yang namanya Nael.”
“ Nael? Siapa itu?”
“ Ada, makanya kesini”
“ Enggak ah. Mau tidur”
“ Ow, ya uda deh kalo gitu”
Liana meletakkan ponsel-nya kembali. Mengambil ipod-nya, memasang earphone-nya ke telinga, dan mendengarkan lagu-lagu renyah milik Christina Aquilera disana. Hanya ia dan dirinya. “This is life !” serunya dalam hati, lalu terlelap…
@(^-^)@

Liana sudah duduk di dalam bis II yang membawanya kembali ke Jakarta. Ia duduk kembali bersama Sherly. Sepanjang perjalanan Liana hanya asyik menikmati ipod-nya dan memilih untuk melanjutkan tidurnya yang tadi sempat terputus,  dibangunkan Donna karena bis yang akan membawa mereka pulang ke Jakarta sudah tiba.

Seperti biasanya, Puncak selalu macet. Tak peduli hari apapun, sepertinya orang-orang tak pernah absen untuk mengunjunginya. Karena padatnya jalan, Pak Deni akhirnya memutuskan untuk menepi di pusat jajanan di daerah Cisarua. Untuk menunggu “one way” dan mengisi perut yang mulai keroncongan.

Liana turun dari bis, perutnya memang mulai keroncongan. Ia berjalan sendirian, mencari makanan yang bisa disantapnya. Tibalah ia di kios bakso di tengah area jajanan ini.
“ Bakso satu pak, jangan pake cabe!”serunya pada tukang bakso setengah baya itu
“ Iya neng.” Jawab penjual bakso itu dengan ramah

Lovell mencari bangku kosong untuk ia duduki, tiba-tiba..
“ Nih, duduk aja.” Cowok jangkung itu menawarkan kursinya pada Liana
“ Dia lagi…” Gumam Liana dalam hati melihat cowok tanpa gula itu lagi
“ Gak usah, gpp”
“ Gpp, kamu duduk aja” ucap cowo itu tulus
Lovell yang emang pengen duduk, akhirnya menerima tawaran dari cowok jangkung ini
“ Thanks ya.” Ucap Liana
“ Name-tag nya gak dicopot ? “ Tanya cowok itu seraya menunjuk name tag peserta acara perpisahan ini yang masih menggantung di leher Liana.
“ Oh…ya ampun.” Liana buru-buru melepaskan name-tag nya
“ Nama kamu Liana?” Tanya cowo itu
Belum sempat Liana menjawab, ia kembali berbicara “ Namaku Nael.”

Pertemuan yang singkat, 
Perkenalan yang sederhana,
Namun mampu membawa mereka pada satu kisah yang mungkin tak pernah mereka duga.
Membawa mereka pada satu tempat yang disebut Takdir…
And the story goes….